Bagi warga
negara asing yang mendapat izin tinggal juga menerima hak dan kewajiban selama
berada di Indonesia:
- Kewajiban untuk tunduk dan patuh pada peraturan perundang-undangan.
- Hak untuk menerima perlindungan atas diri dan hartanya.
- Tidak memiliki hak untuk dipilih dan memilih.
- Tidak mempunyai jak dan kewajiban untuk bela negara.
HAK DAN
KEWAJIBAN BELA NEGARA
Upaya pembelaan negara adalah tekad, sikap, dan tindakan warga negara yang
teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada
tanah air, kesadaran berbangsa and bernegara Indonesia serta keyakinan pada
Pancasila dan UUD 1945 (Basrei, 1992: 14). Untuk dapat melaksanakan hak dan
kewajiban membela Negara diperlukan pengetahuan tentang bela negara dalam arti
luas. Bela Negara dalam arti luas tidak hanya menyangkut menghadapi bencana
perang tetapi juga bencana lain. Untuk itu setiap warganegara harus disiapkan
dengan baik dan sekaligus perlunya penjelasan secara meluas tentang hak dan
kewajiban dalam upaya bela negara dan upaya perthanan keamanan (pasal 27 dan
pasal 30 ayat (1))
KONSTITUSI
NKRI 1945
Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 adalah salah satu
hasil gerakan kontitusionalisme. Yaitu paham yang selalu mengawasi dan meinjau
kembali agar pmerintahan tetap pada jalan yang tetap dan benar. Dalam sejarah
negara kita UUD 1945 telah diamandemen sebanyak 4 kali agar ssuai dengan
eranya.
Pada amandemen UUD 1945 tidak ada lagi Penjelasan tentang Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia. Padahal dengan membaca teksnya saja masih sulit dimengerti
tentang maksud dan makna pada saat UUD tersebut dibuat. Pembukaan UUD dengan
Batang Tubuh UUD hendaknya relevan. Dalam Batang Tubuh UUD sebenarnya merupakan
penjabaran dari pembukaan dengan melalui pasal-pasal. Pasal-pasal akan sulit
dimengerti oleh masyarakat oleh karena itu, sebaiknya diikuti Penjelasan pada
pasalpasalnya melalui bagian atau bab tersendiri. Karena tidak ada penjelasa
maka akan terlihat adanya ketidaksamaan dalam isi UUD NKRI 1945.
Dalam UUD
NKRI 1945 tersurat prinsip peyelenggaraan Negara:
- Ketuhana Yang Maha Esa
- Prinsip persatuan dan keragaman dalam Negara Kesatuan
- Cita Negara Integralistik
- Negara Republik
- Sistem Pemerintahan Presidensiil
- Paham Kedaulatan Rakyat
- Demokrasi Langsung/demokrasi perwakilan
- Cita Negara Hukum
- Pemisahan kekuasaan dan prinsip check and balance
- Demokrasi Ekonomi
- Cita masyarakat madani, yaitu masyarakat yang rukun, adil, dan beradab
Prinsip
penyelenggaraan negara tersirat dalam Pembukaan UUD 1945 dan penjabarannya
melalui pasal-pasal asli UUD maupun pasal-pasal hasil amandemen
Hak waris
warga Negara asing
Untuk
pembagian warisan, menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata
(“KUHPerdata”), pada prinsipnya semua ahli waris berhak atas warisan untuk
bagian yang sama besarnya, tanpa membedakan jenis kelamin (laki-laki
atau perempuan), maupun kewarganegaraan dari ahli waris. Dasar hukumnya:
Pasal
852 ayat 1 KUHPerdata:
“…….dengan tiada perbedaan antara
laki atau perempuan dan tiada perbedaan berdasarkan kelahiran lebih dulu.”
Pasal
852 ayat 2 KUHPerdata:
“Mereka mewarisi bagian-bagian yang
sama besarnya kepala demi kepala…”
Menurut
KUHPerdata, prinsip dari pewarisan adalah:
1. Harta Waris
baru terbuka (dapat diwariskan kepada pihak lain) apabila terjadinya suatu
kematian (Pasal 830)
2. Adanya hubungan
darah di antara pewaris dan ahli waris, kecuali untuk suami atau isteri dari
pewaris (Pasal 832), dengan ketentuan mereka masih terikat dalam
perkawinan ketika pewaris meninggal dunia.
Dengan
demikian, jika menurut KUHPerdata, maka bagian dari masing-masing anak (dengan
catatan sudah tidak ada ibu atau isteri dari Pewaris), besarnya adalah sama,
yaitu: 1/3 bagian yang sama besarnya jika tidak ada wasiat.
Satu
hal yang perlu ditekankan di sini, bahwa larangan pemilikan tanah oleh warga
negara asing (“WNA”) bukan menyebabkan hak waris dari si WNA tersebut gugur.
Biasanya solusinya adalah ahli waris yang WNA tersebut memperoleh ganti dalam
bentuk uang tunai atau hasil penjualan atas tanah dan bangunan dimaksud (jika
dijual).
Bagian
1/3 tersebut dengan catatan tidak ada wasiat. Dengan asumsi ada wasiat, dan
wasiat tersebut memang benar, maka ahli waris yang tidak mendapat warisan
tersebut termasuk sebagai ahli waris yang dikesampingkan (onterfd).
Namun demikian, ahli waris yang sudah dikesampingkan tersebut tetap berhak
untuk menuntut hak mutlak yang harusnya diperoleh menurut undang-undang (legitieme
portie-nya).
Menurut
Pasal 913 KUHPerdata yang dimaksud dengan legitime portie (“LP”)
adalah sesuatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada
waris, garis lurus menurut ketentuan undang-undang, terhadap mana si yang
meninggal tak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara
yang masih hidup, maupun selaku wasiat. Jadi, pewaris boleh saja
membuat suatu wasiat atau memberikan hibah kepada seseorang, namun demikian pemberian
tersebut tidak bolehmelanggar hak mutlak (yang harus dimiliki) dari ahli waris
berdasarkan Undang-Undang tersebut. Dalam kasus Anda, LP anda sebagai ahli
waris menurut Undang-Undang adalah sebesar ¾ x 1/3 bagian. Namun LP
tersebut harus dituntut, baru dapat diberikan.
Jika
ternyata wasiatnya dipalsukan, harus dibuktikan dulu secara hukum. Kalau sudah
dapat dibuktikan secara hukum, bahwa mereka memang terbukti telah memalsukan
wasiat dari pewaris, maka berdasarkan pasal 838 KUHPerdata, mereka dipecat
sebagai ahli waris (on wardig). Orang yang onwardig tidak berhak
mendapat warisan dari pewaris.
0 komentar:
Posting Komentar