Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Jumat, 20 Desember 2013

Hak dan Kewajiban Warga Negara Asing di Indonesia



Bagi warga negara asing yang mendapat izin tinggal juga menerima hak dan kewajiban selama berada di Indonesia:
  1. Kewajiban untuk tunduk dan patuh pada peraturan perundang-undangan.
  2. Hak untuk menerima perlindungan atas diri dan hartanya.
  3. Tidak memiliki hak untuk dipilih dan memilih.
  4. Tidak mempunyai jak dan  kewajiban untuk bela negara.
HAK DAN KEWAJIBAN BELA NEGARA
      Upaya pembelaan negara adalah tekad, sikap, dan tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air, kesadaran berbangsa and bernegara Indonesia serta keyakinan pada Pancasila dan UUD 1945 (Basrei, 1992: 14). Untuk dapat melaksanakan hak dan kewajiban membela Negara diperlukan pengetahuan tentang bela negara dalam arti luas. Bela Negara dalam arti luas tidak hanya menyangkut menghadapi bencana perang tetapi juga bencana lain. Untuk itu setiap warganegara harus disiapkan dengan baik dan sekaligus perlunya penjelasan secara meluas tentang hak dan kewajiban dalam upaya bela negara dan upaya perthanan keamanan (pasal 27 dan pasal 30 ayat (1))

KONSTITUSI NKRI 1945
      Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 adalah salah satu hasil gerakan kontitusionalisme. Yaitu paham yang selalu mengawasi dan meinjau kembali agar pmerintahan tetap pada jalan yang tetap dan benar. Dalam sejarah negara kita UUD 1945 telah diamandemen sebanyak 4 kali agar ssuai dengan eranya.
      Pada amandemen UUD 1945 tidak ada lagi Penjelasan tentang Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Padahal dengan membaca teksnya saja masih sulit dimengerti tentang maksud dan makna pada saat UUD tersebut dibuat. Pembukaan UUD dengan Batang Tubuh UUD hendaknya relevan. Dalam Batang Tubuh UUD sebenarnya merupakan penjabaran dari pembukaan dengan melalui pasal-pasal. Pasal-pasal akan sulit dimengerti oleh masyarakat oleh karena itu, sebaiknya diikuti Penjelasan pada pasalpasalnya melalui bagian atau bab tersendiri. Karena tidak ada penjelasa maka akan terlihat adanya ketidaksamaan dalam isi UUD NKRI 1945.
Dalam UUD NKRI 1945 tersurat prinsip peyelenggaraan Negara:
  1. Ketuhana Yang Maha Esa
  2. Prinsip persatuan dan keragaman dalam Negara Kesatuan
  3. Cita Negara Integralistik
  4. Negara Republik
  5. Sistem Pemerintahan Presidensiil
  6. Paham Kedaulatan Rakyat
  7. Demokrasi Langsung/demokrasi perwakilan
  8. Cita Negara Hukum
  9. Pemisahan kekuasaan dan prinsip check and balance
  10. Demokrasi Ekonomi
  11. Cita masyarakat madani, yaitu masyarakat yang rukun, adil, dan beradab
Prinsip penyelenggaraan negara tersirat dalam Pembukaan UUD 1945 dan penjabarannya melalui pasal-pasal asli UUD maupun pasal-pasal hasil amandemen
Hak waris warga Negara asing
Untuk pembagian warisan, menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”), pada prinsipnya semua ahli waris berhak atas warisan untuk bagian yang sama besarnya, tanpa membedakan jenis kelamin (laki-laki atau perempuan), maupun kewarganegaraan dari ahli waris. Dasar hukumnya:

Pasal 852 ayat 1 KUHPerdata:
“…….dengan tiada perbedaan antara laki atau perempuan dan tiada perbedaan berdasarkan kelahiran lebih dulu.”

Pasal 852 ayat 2 KUHPerdata:
“Mereka mewarisi bagian-bagian yang sama besarnya kepala demi kepala…”

Menurut KUHPerdata, prinsip dari pewarisan adalah:
1.    Harta Waris baru terbuka (dapat diwariskan kepada pihak lain) apabila terjadinya suatu kematian (Pasal 830)
2.    Adanya hubungan darah di antara pewaris dan ahli waris, kecuali untuk suami atau isteri dari pewaris (Pasal 832), dengan ketentuan mereka masih terikat dalam perkawinan ketika pewaris meninggal dunia.

Dengan demikian, jika menurut KUHPerdata, maka bagian dari masing-masing anak (dengan catatan sudah tidak ada ibu atau isteri dari Pewaris), besarnya adalah sama, yaitu: 1/3 bagian yang sama besarnya jika tidak ada wasiat.

Satu hal yang perlu ditekankan di sini, bahwa larangan pemilikan tanah oleh warga negara asing (“WNA”) bukan menyebabkan hak waris dari si WNA tersebut gugur. Biasanya solusinya adalah ahli waris yang WNA tersebut memperoleh ganti dalam bentuk uang tunai atau hasil penjualan atas tanah dan bangunan dimaksud (jika dijual).

Bagian 1/3 tersebut dengan catatan tidak ada wasiat. Dengan asumsi ada wasiat, dan wasiat tersebut memang benar, maka ahli waris yang tidak mendapat warisan tersebut termasuk sebagai ahli waris yang dikesampingkan (onterfd). Namun demikian, ahli waris yang sudah dikesampingkan tersebut tetap berhak untuk menuntut hak mutlak yang harusnya diperoleh menurut undang-undang (legitieme portie-nya).

Menurut Pasal 913 KUHPerdata yang dimaksud dengan legitime portie (“LP”) adalah sesuatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada waris, garis lurus menurut ketentuan undang-undang, terhadap mana si yang meninggal tak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara yang masih hidup, maupun selaku wasiat. Jadi, pewaris boleh saja membuat suatu wasiat atau memberikan hibah kepada seseorang, namun demikian pemberian tersebut tidak bolehmelanggar hak mutlak (yang harus dimiliki) dari ahli waris berdasarkan Undang-Undang tersebut. Dalam kasus Anda, LP anda sebagai ahli waris menurut Undang-Undang adalah sebesar ¾ x 1/3 bagian. Namun LP tersebut harus dituntut, baru dapat diberikan.

Jika ternyata wasiatnya dipalsukan, harus dibuktikan dulu secara hukum. Kalau sudah dapat dibuktikan secara hukum, bahwa mereka memang terbukti telah memalsukan wasiat dari pewaris, maka berdasarkan pasal 838 KUHPerdata, mereka dipecat sebagai ahli waris (on wardig). Orang yang onwardig tidak berhak mendapat warisan dari pewaris.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Firefly Pointer